SUMBER INFORMASI DESA

Recent Posts

Selasa, 09 November 2010

program biogas

di dalam proses upaya pengembangan kreativitas dan meningkatkan sumber daya manusia khususnya masyarakat desa dero bekerjasama dengan lembaga postra ngawi akan mencoba membuat biogas yang saat ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat manapun untuk mengurangi beban terutama di dalam kebutuhan rumah tangga, peluang di dalam biogas sangat luar biasa karena adanya masyarakat yang berpikir bahwa mereka takut untuk menggunakan tabung elpiji dikarenakan banyak bencana atau musibah yang terjadi akibat dari meledaknya tabung elpiji, dari itulah kami berfikir untuk mencari alternatif bagaimana supaya masyarakat bisa tetap menggunakan fasilitas biogas tanpa menggunakan tabung elpiji, alhasil kami pemuda karang taruna mencoba untuk bekerja sama dengan lembaga postra ngawi untuk membuat biogas alami yang terbuat dari kotoran heman karena cara ini apabila berhasil akan sangat bermanfaat sekali dan dampak yang akan ditimbulkan akan sangat minim sekali.

berikut sedikit bahan wacana yang berkaitan dengan program biogas ini.

Cara Membuat Biogas dari Kotoran Hewan
ENERGI DARI KOTORAN SAPI UNTUK MASAK, PENERANGAN DAN LEMARI PENDINGIN
Tuntutlah ilmu sampai ke negeri China. Pepatah itu dilaksanakan oleh
Kelompok Alam Lestari Cangkola, Sumatera Barat yang jauh-jauh melakukan studi banding
ke Yogyakarta, Magelang, dan Banjarnegara. Keinginan peserta musyarawah Jurong Gantiang Koto Tuo yang ingin
melepaskan diri dari ketergantungan pada bahan bakar minyak dan kayu bakar makin menguat. Sementara para petani
Jorong Gantiang Koto Tuo yang sudah lama mempraktikkan pertanian organik belum puas melihat hasilnya. Beberapa
petani di Jorong Gantiang Koto Tuo melakukan studi banding ke lahan Institut Pertanian Organik (IPO) di Aia Angek
yang dibangun oleh Kepala Dinas Pertanian Tingkat I Sumatera Barat. Lalu pada 11 Februari 2007, beberapa orang
petani mengikatkan diri dalam sebuah kelompok yang akan menerapkan pertanian alami di Jorong. Mereka memberi
nama kelompok itu Alam Lestari. Kemudian kelompok melakukan studi banding pertanian organik ke Banjarnegara, dan
belajar teknologi Biogas di Yogyakarta. Lembaga Ekonomi Jorong memilih tiga orangn petani, Bulkanedi Sati Batuah,
Yotri St. Batuah, dan Analis untuk mengikuti studi banding tersebut.
Belajar Teknologi Biogas dan Pertanian Alami.
Di kampung halaman, Pak Tuah, Pak Jorong, dan Tek Malih pernah membuat gas sederhana menggunakan drum. Tapi
di Lembaga Pengembangan Teknologi Berbasis Masyarakat (LPTP) Kayen, Yogyakarta, mereka menyaksikan instalasi
gas permanen yang sangat menarik. LPTP mengembangkan tiga jenis biogas berdasarkan sumber penghasil gas, yaitu
biogas dari kotoran manusia, kotoran ternak, dan limbah tahu. Di kantor LPTP telah terpasang sebuah instalasi biogas
dari kotoran manusia. Mereka memanfaatkannya untuk memasak, kulkas, penerangan dan pemanas air. Risiko
kebakaran dan ledakan juga rendah.
"Pada prinsipnya pembangunan instalasi biogas untuk segala jenis kotoran sama, yang membedakan hanya jenis
pembuangannya saja," jelas Nining Community Organizer yang mendampingi Jorong Gantiang Koto Tuo, Sumatera
Barat. Instalasi biogas dari kotoran manusia lebih rumit dibandingkan bangunan biogas dari limbah lainnya. "Kotoran
manusia mengandung unsur-unsur yang berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan. Sehingga dibutuhkan bak-bak
penyaringan untuk menyaring ampas buangan tersebut sebelum di salurkan ke sungai".
Untuk membangun sebuah instalasi biogas (Biodigester) yang bisa memenuhi kebutuhan energi rumah tangga, sebuah
rumah tangga harus memiliki minimal 3 ekor sapi. Energi dari tiga ekor sapi ini bisa dimanfaatkan untuk memasak,
memanaskan air, penerangan (lampu petromaks) dan untuk lemari pendingin.
Di Banjarnegara, para peserta menimba ilmu pertanian alami dari Setyastuti Orbaningsih, Technical Assistant (TA) Bina
Desa. Mereka mempelajari pembuatan pupuk, nutrisi, mikroba, teknis penerapannya, lahan pertanian (sawah kering,
kolam), ternak, pertanian konvensional, pertanian kimia, pertanian organik, semi organik, pertanian alami, menejemen
pertanian alami, kunjungan lapangan, dan industri rumah. Selain itu, mereka mempelajari pengelolaan limbah pertanian,
seperti limbah ternak sapi, kerbau, ayam, kambing, limbah hijauan sisa tanaman.
"Kotoran Ayam yang dipelihara secara konvensional, tidak baik digunakan sebagai pupuk," ujar Nining. "Karena
makanan ayam ini mengandung bahan kimia sehingga sulit terurai dengan proses apapun".
Nah, semakin kuatlah tekad para petani untuk mempraktikkan teknik pertanian alami di kampung nanti.

0 komentar:

Posting Komentar